Mengisahkan sebuah tunggu

2:16:00 PM

Ting. Ting. Ting.

Putaran sendok searah jarum jam mengitari diameter cangkir, sesekali beradu. Mengingatkan aku pada sesuatu yang kini sudah larut. semua rasa ini, sayang, rindu, marah benci, semuanya teraduk setelah kamu pergi.

Ketika senja menjelang, aku sering melangkahkan kaki, melewati jalna-jalan yang iasa kita lalui.
kadang sejenak aku tertahan, terhenti, begitu terasa kenangan yang tak terbantahkan, tentang kamu yang tiada lagi.

Kepalaku sering tertunduk mengamati. mata ini begitu penasaran ke mana kaki ini akan pergi.
Persimpangan pertama sudag terlewati. itu tempat kita pertama perkenalkan diri. Sudah, itu bisa kubahas nanti.

Persimpangan kedua terlewatkan. Di sana biasa berbisik Pelan. Mengamati Setiap orang di sisi jalan. gelak tawa meledak tak tertahan.

Aku tak tahan melewatkan persimpangan yang ketiga. tempat itu kerap kita jadikan merajut asa.
Yang katanya, hidup selalu bersama. Ya, hampir selamanya.

Langkah kaki akhirnya terhenti di depan sebuah kedai kopi. Aku masuk Tergoda Wangi. "Di sini," gumam sang hati.

Aku memutuskan menunggumu di sini bertemankan kopi, secarik kertas, dan pena, seraya menuliskan segurat kisah yang hampir sempurna. Tentang kita.

Tanpa kamu memesannya, aku setia menyajikan ceruk cangkir sepi berisi rindu yang masih hangat.

source : Dara Prayoga

You Might Also Like

0 comments